Pages

THE VLENTINE`S DAY


V-DAYS
“Misi utama kita bukanlah menjadikan kaum Muslimin beralih agama menjadi orang Kristen atau Yahudi, tapi cukuplah dengan menjauhkan mereka dari Islam…
Kita jadikan mereka sebagai generasi muda Islam yang jauh dari Islam, malas bekerja keras, suka berfoya-foya, senang dengan segala kemaksiatan, memburu kenikmatan hidup, dan orientasi hidupnya
semata untuk memuaskan hawa nafsunya...”
(Pidato Samuel Zwemmer, tokoh Yahudi, dalam Konferensi Missi di Yerusalem, 1935)

Di antara deretan angka-angka dalam kalender tahunan tiap bulan, terselip banyak memorial day  atau hari-hari khusus yang memiliki arti sangat istimewa bagi masing-masing kalangan yang mempercayainya atau memperingatinya. Hari-hari khusus itu biasaanya terkait dengan peristiwa penting dalam sejarah, baik sejarah agama, peperangan, kelahiran, kematian, pembangunan, kehancuran, kemenangan, kekalahan, dan sebagainya. Ada hari yang diperingati umat manusia secara massal seluruh dunia, ada pula yang hanya diperingati kalangan sangat terbatas.
Sejak ribuan tahun silam, baik sistem penanggalan Gregorian maupun system penanggalan Julian yang sama-sama mempergunakan tahun Masehi dibuat, bulan Februari oleh bangsa Romawi telah ditetapkan sebagai bulan cinta dan kesuburan. Cinta di sini bukanlah cinta dalam artian kasih sayang melainkan lebih dalam pemahaman hubungan seks. Dalam kosakata Barat,  istilah ‘Love’ lebih menunjukkan  ‘Seks’ ketimbang ‘Kasih Sayang’. Istilah ‘Making Love ’ berarti ‘Hubungan Kelamin’, bukan ‘Kasih Sayang’ yang memiliki istilah tersendiri dalam kamus Barat yakni ‘Affection’. Sebab itu, sejak dahulu kala, bulan Februari merupakan bulan yang selalu ditunggu-tunggu orang-orang Romawi-Pagan untuk mencari pasangan baru secara ‘resmi’, walau tiap hari mereka juga terbiasaa gonta-ganti pasangan. Perayaan seks di bulan Februari ini mencapai puncaknya pada pertengahan bulan dalam sebuah upacara yang disebut Lupercalian Festival, di mana para perempuan muda memasrahkan tubuhnya pada para pemuda yang memilihnya dan harus melayani syahwat
            Mereka tanpa syarat selama setahun penuh  sampai dengan datangnya bulan Februari tahun depan. Berabad kemudian, Gereja yang ingin menancapkan pengaruhnya di Istana Kerajaan Roma-Pagan, banyak mengadopsi simbol dan ajaran Paganisme Romawi ke dalam ajarannya sehingga Luper calian Festival pun dimasukkan sebagai salah satu hari peringatan Gereja. Mitos Santo Valentinus pun dibuat untuk meyakinkan semua kalangan bahwa hari pertengahan bulan Februari merupakan suatu hari  yang sungguh-sungguh harus diperingati  dan dirayakan. Gereja mengganti  istilah Lupercalian Festival dengan “The Valentine’s Day” (Hari Valentine). Ada banyak cerita dan juga mitos seputar kelahir annya.
Perlahan namun pasti, dengan penulisan sejarah dunia yang konspiratif dan tidak jujur yang dilakukan para intelektual Barat  (baca: Yahudi) serta disebarkan ke seluruh dunia dengan dukungan kekuatan pedang dan emas, masyarakat dunia pun meyakini bahwa The Valentine’s Day  merupakan hari yang sungguh-sungguh penting, sungguh- sungguh bersejarah, dan harus dirayakan.
Agar penetrasi budaya pagan ini bisa diterima oleh banyak kalangan di dunia yang memiliki keyakinan berbeda-beda, terutama ke dalam dunia Islam, maka istilah ‘Love’ yang di Barat sebenarnya lebih bernuansa syahwat, dibelokkan (dipalsukan) pengertiannya menjadi ‘Kasih Sayang’.
Jadilah Valentine’s Day  yang sebenarnya merupakan ‘Hari Perayaan Hubungan Seks’ mengalami pengaburan dan pembelokkan makna ( eufimisme ) menjadi ‘Hari Kasih Sayang’. Padahal, siapa pun orang dewasa akan mengetahui esensi perayaan tersebut dan hingga sekarang di belahan dunia mana pun—termasuk di Indonesia— perayaan ini banyak yang diakhiri dengan ritual ‘Making Love’ dengan pasangan yang tidak sah (Zina).
Kapan Valentine’s Day mulai dirayakan di Indonesia? Tidak ada yang tahu pasti. Namun seperti juga perayaan-perayaan impor lainnya seperti halnya Halloween, maka Valentine’s Day atau yang biasaa disingkat menjadi V-Day, dipercaya dibawa oleh ekspatriat yang datang ke negeri ini. Pada awal tahun 1980-an,  V-Day mulai marak diperingati di berbagai kota besar negeri ini oleh para muda-mudinya. Kian hari, tradisi Barat ini kian berkembang dan sekarang sudah merambah ke segala lapisan usia dan penyebarannya sudah sampai di pelosok-pelosok kampung.  Sesuatu yang berjalan sedemikian cepat.
Jika ditelusuri siapa yang paling bertanggungjawab atas cepatnya V-Day tersosialisasikan di negeri ini sehingga menjadi salah satu Memorial Day paling diingat orang, maka akan ditemukan fakta bahwa kalangan industrilah yang memegang peran yang sangat besar. 
 Mereka telah memasukkan Valentine’s Day ke dalam Bussiness Plan tahunan mereka. Mereka ini antara lain pengusaha bidang pariwisata termasuk perhotelan dan Party Organizer,  pengusaha coklat dan merchandiser, pengusaha kartu ucapan, bunga, coklat,  fesyen, media massa, dan sebagainya. Para kapitalis inilah yang selalu mencari celah agar segalanya  bisa menjadi uang (money ),  sehingga  dalam Sosiologi akan bisa ketemukan istilah ‘The Religion Industries ’ atau Industri Keagamaan, yakni sebuah strategi agar ritual keagamaan atau keyakinan bisa diubah menjadi perayaan bisnis, seperti yang disosialisasikan oleh sejumah pemikir kiri yang tergabung dalam Institut Frankfurt.
Industrialisasi keagamaan ternyata tidak hanya berhenti di sisi bisnis, namun bagai pedang berma ta ganda, di  lain sisi juga merusak agama itu sendiri. Akibatnya, moral masyarakat berubah dari yang semula semata berdasarkan nilai-nilai ilahiah, kini telah bergeser menjadi nilai-nilai materialis.
Dan parahnya, V-Day sedikit pun tidak memiliki nilai-nilai sakral kecuali pengrusakkan dan penghancuran dalam banyak hal, yang berlindung di balik kedok kasih sayang.  Inilah Valentine’s Day.

V-DAY IN INDONESIA
  Tidak diketahui pasti sejak  kapan Valentine’s Day dirayakan di Indonesia. Namun sekitar pertengahan 1980-an, perayaan V-Day sudah dilakukan para remaja Indonesia di kota-kota besar. Bagaimana perjalanan Valentine’s Day di negeri ini sesungguhnya?
Jakarta, awal 1985. Pusat perbelanjaan modern yang ada di ibukota ini belum semeriah sekarang. Jumlahnya masih  bisa dihitung dengan jari. Yang paling terkenal dan ramai hanyalah Blok M di Jakarta Selatan dan Sarinah yang letaknya berdekatan dengan Istana Negara. Menjelang Februari, untuk pertama kalinya, di beberapa toko  di pusat perbelanjaan Blok M,  antara lain di Toko Buku Gramedia dan juga sejumlah toko fesyen, dekorasi ruangannya dipenuhi dengan aneka pernik berbentuk hati, balon, dan pita yang seluruhnya didominasi warna pink dan biru muda. Jakarta untuk per tama kalinya dilanda demam Valentine’s Day.
Saat itu stasiun teve swasta belum ada. RCTI sebagai stasiun teve swasta pertama baru mengudara di akhir 1989-an. Dan TVRI sebagai satu-satunya saluran teve di negeri ini masih ‘ber sih’, belum terkontaminasi virus perayaan Valentine’s Day (V-Day). Hanya saja, jika di pusat-pusat perbelanjaan dalam menyambut datangnya V-Day mereka mendekor ruangan usahanya dengan pernak-pernik yang didominasi warna pink dan biru muda, maka saat itu di sejumlah hotel berbintang di Jakarta sudah ada yang menggelar acara khusus menyambut momen tersebut. Yang lazim adalah Candle LightDinner, dengan suasana romantis dan minim penerangan.
Secara swadaya, banyak kelompok anak-anak remaja di Jakarta, para pelajar dari tingkat sekolah menengah per tama hingga perguruan tinggi, yang menggelar pesta V-Day.  Kala itu masih banyak diselenggarakan di rumah-rumah. Malam menjelang 14 Februari, jalan-jalan di Jakarta berlalu-lalang pasangan remaja yang berpakaian khas: yang pria mengenakan pakaian serba biru dan yang perempuan serba pink. Inilah gambaran awal-awal V-Day dirayakan di negeri ini.
Di akhir 1980-an, saat kelompok-kelompok pengajian mulai masuk ke lingkungan sekolah dan kampus,  tiap menjelang bulan Februari, mereka membuat artikel sederhana tentang ‘Haramnya Valentine’s Day’ dan ditempel di majalah dinding  sekolah atau di kaca musholla sekolah atau kampus. Kebanyakan, artikel tersebut bercerita bahwa Valentine’s Day merupakan hari peringatan kematian seorang tokoh Kristen, sebab itu tidak layak, bahkan haram, bagi umat Islam untuk ikut-ikutan merayakannya. Juga ada sedikit cerita tentang Santo Valentinus dan kisahnya saat di penjara. Bahkan bukan hanya itu, saat sholat Jum’at di masjid sekolah atau kampus, tidak jarang topik kutbahnya tentang hal yang sama.
Pro dan kontra di lingkungan pendidikan biasaanya ini menimbulkan friksi tajam, hingga dikenal adanya dua  kelompok besar di lingkungan pendidikan, yang satu pro terhadap V-Day dan yang lain anti V-Day. Pro dan kontra serta friksi ini masih berlangsung sampai sekarang.
Dari tahun ke tahun, V-Day kian mendapat tempat khusus dalam agenda harian banyak remaja dan keluarga muda perkotaan. Bahkan kian kemari, berkat kampanye dari media massa cetak dan elektronik  yang ikut-ikutan  latah mempopulerkan V-Day, maka generasi muda yang berada jauh dari kota besar pun saat ini sudah banyak yang secara terang-terangan atau diam-diam merayakannya.
“Keterlibatan” media massa dengan momen V-Day sesungguhnya lebih terkait dengan momen bisnis,  yakni segala sesuatu bisa dijadikan uang. Momen V-Day pun akhirnya mereka jual dan promosikan. Bisa jadi mereka melakukan hal ini semata-mata demi merayu para pengiklan agar mau menyewa slot iklan mereka dalam berbagai acara yang dikemas khusus dalam menyambut V-Day.
Di akhir Januari 2007, sejumlah stasiun teve swasta di Indonesia berlomba-lomba membuat prog ram  khusus V-Day. Trans7 misalnya, stasiun teve swasta ini selama seminggu penuh dari tanggal 12 sampai 18 Februari 2007 menggelar Program Spesial
Valentine. Dalam siaran persnya yang dikirim ke  sejumlah media, Trans7 menyatakan akan menemani pemirsa memulai aktifitasnya di pagi hari dengan meluncurkan Pro-gram Spesial Valentine lewat “Cipika Cipiki Spesial Valentine” yang disiarkan pukul 10.30 wib mulai tanggal 12 sampai dengan 16 Februari 2007. Acara ini dipandu Nunu Datau dan Irgi Ahmad Fahrezi, yang akan mengajak pemirsa berbincang-bincang seputar Valentine’s dan memasak hidangan-hidangan spesial hari kasih sayang bersama bintang tamu Rudi Choerudin dan Chef Tatang.
Untuk malam harinya, Trans7 menghadirkan film-film box-office bernuansa romantis lewat “Program Theater7 Spesial Valentine” dari tanggal 13-16 Februari 2007, pukul 19.00 wib.  Seluruh film yang diputar produksi Hollywood.
Selain itu, Trans7 juga menggelar program “Empat Mata Spesial Valentine” bersama Tukul Arwana pada tanggal 12-16 Februari 2007, pukul 22.00 wib,  bersama sejumlah bintang tamu antara lain Sophan Sopian, Widyawati, Marcella dan Olivia Zalianty,  Dian Nitami, Anjasmara, Big Dicky, dan lainnya. Khusus acara Valentine, acara Empat Mata ditambah setengah jam durasinya,

Globalisasi Atau Penjajahan Budaya?
           
            Ada kisah nyata menjelang V-Day di tahun 2007. Siang itu jarum jam telah menunjukkan angka satu lebih sedikit. Di dalam angkutan kota jurusan Pondok Gede, empat pelajar berseragam putih abu-abu tengah berbincang seru. Semuanya laki-laki. Seperti lazimnya anak sekolah, mereka juga berbicara dengan nada yang keras sehingga didengar oleh penumpang lainnya. Mereka tengah sibuk merencanakan acara dan bingkisan apa yang akan diberikan pada Valentine’s Day yang tinggal beberapa hari lagi.
Salah satu diantara mereka tidak berbicara sepatah kata pun. Dia hanya asyik mendengarkan ketiga kawannya. Tiba-tiba salah seorang ber tanya padanya, “Yok, kalau kamu bagaimana nanti?” Pelajar yang  dipanggil ‘Yok’ itu menjawab, “Kalau saya Valentinannya tanggal 13.” Ketiga temannya terdiam heran. “Kok begitu, bukan tanggal14?” kawannya heran. Si ‘Yok’ menjawab enteng,  “Saya kan.
Muhammadiyah!” Meledaklah seisi angkot itu dengan tawa, termasuk sang supir yang terkekeh sambil geleng-geleng kepala Kejadian nyata di atas mungkin bukan satu-satunya yang terjadi. Lepas dari ‘pengakuan’  si Yok, tiap tahun menjelang pertengahanFebruari, ada banyak remaja kita yang serius memikirkan apa yang akan dilakukan untuk menghadapi momen special yang terlanjur disebut Hari Kasih Sayang (The Valentine’s Day).
Di Indonesia, juga di  dunia, momen V-Day dan lainnya tidak bisa lepas dari industrialisasi budaya pop yang bersumber dari budaya Barat. Istilah mereka “Globalisasi Budaya”. Bagi banyak orang mungkin hal ini tidak perlu dicemaskan, namun dari kacamata akidah dan juga kesehatan jiwa, invasi budaya ini harus sungguh-sungguh dicermati dan dihadang.  Karena  ‘Globalisasi Budaya’ yang sebenarnya merupakan ‘Penjajahan atau Invasi Budaya Barat’ ke seluruh dunia merupakan suatu kesengajaan dan terencana. Simak baik-baik pengakuan dua tokohnya ini:
1.      “Di dalam mata rantai kebudayaan Barat, gerakan misi punya dua tugas: menghancurkan peradaban Islam dan membina kembali dalam bentuk peradaban Barat. Ini perlu dilakukan agar si Muslim dapat berdiri pada barisan budaya Barat untuk melawan umatnya sendiri.” (Samuel Zweimmer, Ketua Liga Yahudi Internasional, dalam buku “Al Gharah ‘Alal  ‘Alam Islamiy”, hal. 275)
2.      Harr y Dorman,   dalam “Towards Understanding Islam” mengungkapkan pernyataan seorang misonaris Kristen: “Boleh jadi, dalam beberapa tahun mendatang, sumbangan besar misionaris di wilayah-wilayah muslim akan tidak begitu banyak memurtadkan orang muslim, melainkan lebih banyak menyelewengkan Islam itu sendiri. Inilah bidang tugas yang tidak biasa diabaikan.”



LUPERCALIAN FEST
THE BEGIN…
            Tanpa ikatan perkawinan, mereka bebas berbua apa saja. Dan malam pertama di hari itu, malam
menjelang 14 Februari hingga malam menjelang 15 Februari, di seluruh kota, para pasangan baru itu merayakan apa yang kini terlanjur disebut sebagai ‘Hari Kasih Sayang’. Suatu istilah yang benar-benar keliru dan lebih tepat disebut sebagai ‘Making Love Day’ alias Malam Kemaksiatan.
D alam bahasa Inggris, “Kasih Sayang” ditulis sebagai “Af fection”, bukan “Love”. Ada perbedaan mendasar antara istilah Affection dengan Love. Yang pertama  lebih dekat dengan perasaan atau curahan hati, bersifat kejiwaan yang halus dan indah, sedang  yang kedua, “Love”, lebih dekat dengan tindakan yang mengarah kepada kegiatan atau aktivitas seksual. Mungkin sebab itu, hubungan seksual disebut sebagai “Making Love”.
Nah, terkait dengan pemahaman tersebut, Valentine’s Day sesungguhnya tidak tepat jika diartikan sebagai “Hari Kasih Sayang”. Karena peristiwa yang terjadi berabad tahun silam, yang kini diperingati sebagai Hari Valentine, berawal dari suatu peristiwa yang lebih tepat disebut sebagai pesta kemaksiatan (Making Love Par ty) ketimbang Pesta Kasih Sayang. Peristiwa tersebut merupakan suatu ritual bagi bangsa Pagan Roma yang dinamakan Lupercalian Festival.
Dalam kepercayaan Pagan Roma, bulan Februari dianggap sebagai bulan penuh “cinta” (Love, bukan  affection) dan bulan kesuburan (baca: masa birahi atau syahwat). Lupercalian Atau Lupercus sendiri merupakan nama Dewa Kesuburan (Dewa Pertanian dan Gembala), yang dipercaya berwujud seorang lelaki perkasa dan berpakaian setengah telanjang dengan hanya menutupi tubuhnya dengan kulit kambing.  Mitologi mengenai Lupercus terkait erat dengan kisah Remus dan Romulus yang tinggal di bukit Palatine dan diyakini kisahnya mengawali pembangunan Kota Roma.
Selain Roma, kepercayaan Pagan Yunani Kuno juga meyakini  bulan Februari—tepatnya per tengahan Januari dan mencapai puncaknya pada pertengahan Februari— merupakan bulan Gamelion, yang dipersembahkan kepada perkawinan suci Dewa Zeus dan Hera. Baik kepercayaan Pagan Roma maupun Pagan Yunani, keduanya meyakini bahwa Februari merupakan bulan penuh gairah dan  cinta (baca: syahwat)

LUPERCALIA FEST
Lupercalia Festival merupakan sebuah perayaan yang berlangsung pada tanggal 13 hingga 18 Februari, di mana pada tanggal 15 Februari mencapai puncaknya. Dua hari pertama (13-14 Februari),  dipersembahkan untuk Dewi Cinta (Queen of  Feverish Love) bernama Juno Februata. Pada tanggal 13-nya, di pagi hari,  pendeta tertinggi pagan Roma menghimpun para pemuda dan pemudi untuk mendatangi kuil pemujaan. Mereka dipisah dalam dua barisan dan sama-sama menghadap altar utama. Semua nama perempuan muda ditulis dalam lembaran-lembaran kecil. Satu lembaran kecil hanya boleh berisi satu nama. Lembaran-lembaran yang berisi nama-nama perempuan muda itu lalu dimasukkan kedalam wadah mirip kendi besar, atau ada juga yang menyebutnya di masukan ke dalam wadah mirip botol besar.
Setelah itu, sang pendeta yang memimpin upacara mempersilakan para pemuda maju satu persatu untuk mengambil satu nama gadis yang telah berada di dalam wadah secara acak, hingga wadah tersebut kosong. Setiap nama gadis yang terambil, maka sang empunya nama harus menjadi kekasih pemuda yang mengambilnya dan berkewajiban melayani segala yang diinginkan sang pemuda ter sebut selama setahun hingga Lupercalian Festival tahun depan.
           Tanpa ikatan perkawinan, mereka bebas berbuat apa saja. Dan malam pertama di hari itu, malam menjelang 14 Februari hingga malam menjelang 15 Februari, di seluruh kota, para pasangan baru itu merayakan apa yang kini terlanjur disebut sebagai ‘Hari Kasih Sayang’. Suatu istilah yang benar-benar keliru dan lebih tepat disebut sebagai ‘Making Love Day ’ alias Malam Kemaksiatan.
Pada tanggal 15 Februari, setelah sehari penuh para pasangan baru itu mengumbar syahwatnya, mereka secara berpasang-pasangan kembali mendatangi kuil pemujaan untuk memanjatkan doa kepada Dewa Lupercalia agar dilindungi dari gangguan serigala dan roh jahat. Dalam upacara ini, pendeta pagan Roma akan membawa dua ekor kambing dan seekor anjing yang kemudian disembelih diatas altar sebagai persembahan kepada Dewa Lupercalia atau Lupercus. Persembahan ini kemudian diikuti dengan ritual meminum anggur.
Setelah itu, para pemuda mengambil satu lembar kulit kambing yang telah tersedia dan berlari di jalan-jalan kota sambil diikuti  oleh para gadis. Jalan-jalan kota Roma meriah oleh teriakan dan canda-tawa para muda-mudi, di mana yang perempuan berlomba-lomba mendapatkan sentuhan kulit kambing terbanyak dan yang pria berlomba-lomba menyentuh gadis sebanyak-banyaknya.
Para perempuan Romawi kuno di zaman itu sangat percaya bahwa kulit kambing yang dipersembahkan kepada Dewa Lupercus tersebut memiliki daya magis yang luar biasa, yang mampu membuat mereka bertambah subur, bertambah muda, dan bertambah cantik.
Semakin banyak mereka bisa menyentuh kulit kambing tersebut maka mereka yakin akan bertambah cantik dan subur. Upacara yang sangat dinanti-nantikan orang-orang muda di Roma ini menjadi salah satu perayaan favorit. Hal ini tidak aneh mengingat kehidupan masyarakat Pagan Roma memang sangat menuhankan keperkasaan (kejantanan),  kecantikan, dan seks. Bahkan para Dewa dan Dewi—tuhan mereka—digambarkan sebagai sosok lelaki perkasa dan perempuan yang cantik nan menawan, dengan pakaian yang minim bahkan telanjang sama sekali. Bangsa Roma memang sangat memuja kesempurnaan raga. Banyak literature menulis tentang tradisi Pagan Roma tersebut. Sampai sekarang, pusat-pusat kebugaran yang menjadi salah satu ‘tren orang modern’ disebut sebagai Gymnasium atau disingkat Gym saja, yang berasal dari istilah Roma yang mengacu pada tempat olah tubuh.

           Tradisi pemujaan terhadap keperkasaan dan kecantikan ini,  dan tentunya semuanya bermuara pada pendewaan terhadap syahwat,  tidak menghilang saat Roma dijadikan pusat Gereja Barat oleh Kaisar Konstantin. Gereja malah melanggengkan ritual pesta syahwat ini dengan memberinya ‘bungkus kekristenan’  dengan mengganti nama-nama gadis dan para pemuda dengan nama-nama Paus atau Pastor atau orang-orang suci seperti Santo atau Saint (laki-laki) atau Santa (Perempuan). Mereka yang melakukan ini adalah Kaisar Konstantin sebagai Paus pertama dan Paus Gregory I. Bahkan pada tahun 496 M, Paus Gelasius I menjadikan Lupercalian Festival ini menjadi perayaan Gereja dengan memunculkan mitos  tentang Santo Valentinus (Saint Valentine’s) yang dikatakan meninggal pada 14 Februari. Inilah apa yang  sekarang kita kenal sebagai  ‘The Valentine’s Day’. Lupercalian
Festival yang sesungguhnya lebih tepat disebut sebagai ‘Making Love Day, merupakan asal-muasal peringatan ini. Oleh sejumlah pihak yang ingin mendapat keuntungan dari ritual tersebut dan eksesnya, momentum itu disebut sebagai ‘Hari Kasih Sayang’, sesuatu yang sangat jauh dan beda esensinya.

MITOS
SANTO VALENTINUS
Valentine’s Day konon berasal dari kisah hidup seorang Santo (orang suci dalam Katolik) yang rela menyerahkan nyawanya demi cinta orang lain. Nama orang suci itu Santo Valentinus.  Namun  sejarah Gereja sendiri tidak menemukan kata sepakat tentang siapa sesungguhnya sosok Santo Valentinus sendiri. Bahkan banyak yang kemudian mengakui bahwa sesungguhnya, kisah mengenai Santo Valentinus  sama sekali tidak memiliki dasar yang kuat  dan diyakini hanya merupakan mitos atau dongeng, sebuah eufismisme dari ‘kedustaan’. Sebab itu, Gereja sebenarnya telah mengeluarkan surat larangan bagi pengikutnya untuk ikut-ikutan merayakan ritual yang tidak berdasar ini.
Saat ini ada banyak cerita tentang Santo Valentinus.  Sekurangnya ada tiga  nama Valentine yang diyakini meninggal pada 14 Februari (The Catholic Enc yclopedia Vol. XV, sub judul St.Valentine).  Seorang di antaranya dilukiskan sebagai orang yang mati pada masa kekuasaan Kaisar Romawi. Namun ini pun tidak pernah ada penjelasan yang detil siapa sesungguhnya tokoh “St. Valentine” yang dimaksud, juga dengan kisahnya yang tidak pernah diketahui ujung-pangkalnya karena tiap sumber mengisahkan cerita yang berbeda. Tiga nama Santo yang menjadi martir tersebut yakni seorang pastur di Roma, seorang uskup Interamna (modern Terni), dan seorang martir di provinsi Romawi Afrika. Koneksi antara ketiga martir ini dengan Hari Valentine juga tidak jelas.

VERSI PERTAMA
Versi pertama menceritakan bahwa Santo Valentinus merupakan seorang Katolik yang dengan berani mengatakan di hadapan Kaisar Cladius II yang berkuasa di Roma bahwa Yesus  adalah satu-satunya tuhan dan menolak menyembah para dewa dan dewi orang Romawi. Kaisar Claudius II sangat marah dan memerintahkan agar Valentinus dimasukkan ke dalam penjara. Orang-orang yang bersimpati pada Santo Valentinus diam-diam menulis surat dukungan dan meletakkannya di depan jeruji penjara. Ini saja versi pertama, tidak ada kisah tentang
cinta dan kasih sayang.

VERSI KEDUA
Kisah kedua juga masih menceritakan tentang Kaisar Claudius II. Hanya saja kali ini soal ambisi dan keyakinan Sang Kaisar bahwa Kerajaan Romawi harus terus jaya dan sebab itu membutuhkan bala-tentara yang kuat, terampil, dan kokoh tak terkalahkan. Super tentara ini menurut Kaisar Claudius II hanya bisa dipenuhi oleh para pemuda yang masih suci, yang belum pernah menyentuh wanita. Maka Kaisar Claudius pun mengeluarkan larangan kepada semua pemuda di Roma untuk tidak menjalin hubungan dengan wanita.
Keputusan Sang Kaisar di mana setiap titahnya merupakan hukum yang sama sekali tidak boleh ditawar-tawar menggegerkan rakyatnya. Banyak yang sesungguhnya menolak hal ini, namun mereka tidak berani untuk menentangnya secara terang-terangan. Karena setiap yang melanggar titah Sang Paduka taruhannya ter amat mahal: nyawanya sendiri.
Namun di luar kelaziman pada zaman itu, dua tokoh Gereja—Santo Valentinus dan Santo Marius—diam-diam menentang keputusan Kaisar Claudius dan menyebutnya sebagai hal yang menyalahi kecenderungan alamiah manusia. Namun tidak disinggung mengapa  pula kedua tokoh Gereja ini tidak memprotes aturan Gereja sendiri yang mengharuskan para Pastor dan Biarawati hidup selibat. Bahkan diduga kuat, kedua orang ini juga menerapkan hidup selibat. Sayangnya, tidak ada petunjuk tentang hal ini.
Secara diam-diam, kedua tokoh Gereja ini tetap menikahkan pasangan muda yang ingin menikah dan menjadi konselor atau penasihat bagi kaum muda yang mengalami kendala dalam berhubungan dengan pasangannya.
Suatu waktu Kaisar Claudius mendengar berita tersebut dan langsung memerintahkan penangkapan atas keduanya.  Santo Valentinus dan Santo Marius pun dijebloskan ke dalam penjara. Vonis mati pun dengan cepat dijatuhkan.
Dalam versi ini, di dalam penjara Santo Valentinus jatuh hari pada anak seorang sipir . Cintanya mendapat sambutan hangat. Anak gadis sang sipir atau penjaga penjara ini pun jatuh hati padanya. Sang gadis sering mengunjungi Valentinus hingga kekasihnya dihukum mati. Cerita ini menjadi salah satu mitos yang paling dikenang hingga pada 14 Februari 496 M, Paus Gelasius meresmikan hari itu sebagai hari untuk memperingati Santo Valentinus (The World Book Encyclopedia 1998). Walau demikian, Paus Gelasius sendiri mengakui bahwa sebenarnya tidak ada yang diketahui secara pasti mengenai martir-martir  ini. Walau demikian, Gelasius II tetap menyatakan tanggal 14 Februari tiap tahun sebagai hari raya peringatan Santo Valentinus.  Ada yang mengatakan, Paus Gelasius II sengaja menetapkan hal ini untuk menandingi hari raya Lupercalia yang dirayakan pada tanggal 15 Februari.
Hari Valentine yang oleh Paus Gelasisu II dimasukkan dalam kalender perayaan Gereja, pada tahun 1969 dihapus dari kalender gereja dan dinyatakan sama sekali tidak memiliki asal-muasal yang jelas.  Sebab itu Gereja melarang Valentine’s Day dirayakan oleh umatnya. Walau demikian, larangan ini tidak ampuh dan V-Day masih saja diperingati oleh banyak orang di dunia.

ROMULUS DAN
REMUS
Pertengahan November 2007, satu tim arkeolog Italia yang tengah merestorasi situs-situs di sekitar Bukit Palatine (The Palatine Hills ), dekat dengan puing-puing Kaisar Augustus, penguasa pertama Imperium Romawi, menemukan sebuah gua di bawah bukit tersebut. Gua yang berada sekitar 16 meter di bawah kawasan yang belum pernah digali tersebut diyakinisebagai gua tempat pengasuhan Romulus dan Remus, yang sejak anak-anak konon diasuh oleh seekor serigala betina. Menurut mitologi Paganis Roma, keduanya merupakan pendiri kota Roma.
Di dalam gua yang cukup besar tersebut terdapat lukisan mosaik berwarna-warni serta hiasan dari cangkang kerang dan bebatuan. Para arkeolog yang masuk ke dalam gua tersebut melakukan pengamatan dengan mempergunakan kamera bawah tanah dan berhasil merekam sebuah cekungan dinding bergambar seekor rajawali berwarna putih di pusatnya yang masih dalam kondisi baik. Di duga kuat, gua tersebut terhubung dengan istana Kaisar Augustus, namun hal ini belum ditemukan bukti-buktinya karena wilayah sekitarnya masih dipenuhi oleh reruntuhan puing yang berserakan. Gua tersebut karena berada di bawah bukit Palatine (Valentine?), dinamakan Gua Palatine, yang merupakan satu lokasi pemujaan bagi Dewa Lupercus, yang memiliki kedekatan dengan mitos serigala (Lupus).
Fransesco Rutelli, Menteri Kebudayaan Italia, mengomentari penemuan tersebut, “Ini kemungkinan besar lokasi yang menyimpan bukti Mitologi Romawi, salah satu yang paling terkenal di dunia, gua legendaris tempat serigala betina menyusui Romulus dan Romus.”

ANAK DEWA MARS
Menurut kepercayaan Pagan Roma, Romulus dan Remus merupakan anak Dewa Mars hasil dari perkawinannya dengan Rhea Silvia. Kedua anak tersebut sejak bayi dibiarkan dalam sebuah keranjang di tepi sungai Tiberinus dan kemudian diasuh dan dibesarkan oleh seekor betina serigala di Bukit Palatine. Dalam bahasa latin, serigala disebut sebagai ‘Lupa’, sebuah istilah yang juga dipakai untuk pelacur wanita sekaligus Dewi Rubah atau Dewi Serigala. Romulus dan Remus selain diasuh oleh serigala juga diberi makan oleh burung pelatuk (Woodpecker), sehingga kedua hewan ini disucikan oleh Mitologi Pagan Roma. Dewi Serigala (Luperca) yang juga dipercaya bisa berubah wujud sebagai manusia menikah dengan Dewa Kesuburan (Lupercus). Keduanya menyatu dan menjadi simbol bagi kesuburan (Fer tility).
Masih menurut mitologi Pagan Roma, gua di bawah Bukit Palatine inilah tempat Romulus dan Remus diasuh oleh Luperca. Peristiwa ini banyak diabadikan dalam pahatan-pahatan arsitektural Roma hingga sekarang. Yang melukiskan dua anak manusia tengah disusui oleh seekor serigala betina.
Romulus dan Remus mendirikan Kota Roma, 21 April 753 SM. Keduanya kemudian berseteru memperebutkan kekuasaan. Romulus berhasil membunuh Remus dan anak dari perkawinannya dengan Hersilia menjadi Kaisar Roma. Palatine Hills Adalah Bukit  Valentine? Palatine Hills atau dalam bahasa latin disebut sebagai “Collis Palatium”, merupakan salah satu dari tujuh bukit yang berada di dalam Kota Roma. Ada sejumlah kalangan yang menduga bahwa asal istilah “Valentine” berasal dari nama “Palatine”, walau hal ini belum ada informasi yang menguatkan.
Konon, Bukit Palatine ini saat Kaisar Claudius II berkuasa, dijadikan tempat eksekusi hukuman pancung bagi orang-orang yang dijatuhi hukuman mati. Di masa Kekaisaran Roma, pelaksanaan hukuman mati apakah itu dipancung atau disalib memang biasanya dilakukan di sebuah bukit. Kita tentu ingat penyaliban di Bukit Golgota yang oleh kaum Nasrani dipercaya sebagai peristiwa penyaliban Yesus. Hal itu dilakukan di depan tatapan mata banyak orang.
Terkait dengan mitos Santo Valentinus, bukit ini dikatakan sebagai tempat pelaksanaan hukuman mati bagi dirinya. Namun yang menyebutkan keterkaitan antara mitos Santo Valentinus dengan Bukit Palatine hanyalah dari versi yang menyebutkan bahwa Santo Valentinus sebenarnya merupakan seorang Bishop dari Gereja di Termi, sebuah kota yang tidak terlalu jauh dari Roma. Bishop ini, seperti juga versi-versi lainnya, dikatakan menentang sikap Kaisar Claudius yang melarang hubungan apa pun antara para pemuda Roma dengan para pemudinya.
Santo Valentinus  dari Termi ini membangkang dan secara diam-diam banyak menikahkan pasangan-pasangan muda. Namun lama-kelamaan hal ini terendus oleh kaki-tangan Kaisar Claudius dan akhirnya Sang Kaisar memerintahkan agar Bishop dari Termi ini ditangkap dan dipenjarakan. Selama di dalam penjara, Sang Valentinus menerima tanda simpati dari sejumlah anak muda. Salah seorang yang sangat bersimpati pada Santo Valentinus adalah seorang puteri sipir penjara  itu sendiri.  Mereka diam-diam sering bertemu.
Tibalah waktunya Sang Valentinus digelandang ke Bukit Palatine untuk menerima eksekusi. Namun sebelumnya, Santo Valentinus ini sempat menyerahkan sepucuk surat lewat puteri sipir penjara yang menginginkan agar surat itu disebar kepada sejumlah pasangan muda yang menjalin hubungan secara diam-diam karena dilarang oleh Kaisar. Surat itu tertanggal 14 Februari 270 M dan diakhiri dengan kalimat “From Your Valentine’s..”, Dari Valentinmu…
Santo Valentinus  dari Termi ini dipenggal lehernya tepat pada tanggal tersebut. Sebab itu, hari kematiannya ini diperingati sebagai Hari Valentine. Tentu saja, semua ini merupakan sebuah dongeng yang tak seorang pun sampai hari ini bisa membuktikannya. Bukit Palatine sampai sekarang masih dipercaya sebagai Bukit Lupercalis di mana di bukit itulah Romulus dan Remus diasuh oleh serigala.  Dan setiap tanggal 14 Februari, ada saja wisatawan yang ziarah ke sana.

MEREKA DIBALIK
VALENTINE’S
DAY
Ibarat film, maka Valentine’s Day juga punya tokoh-tokoh utamanya. Siapa saja mereka? Inilah para bintang-bintangnya:
SANTO VALENTINUS
Istilah Valentine’s Day berasal dari nama Santo Valentinus. Siapa sosok Santo Valentinus sesungguhnya? Tidak ada yang tahu.   Sehingga dalam usaha menghapus perayaan dan peringatan yang tidak ada dasarnya, tidak diketahui asal-muasalnya, Gereja pernah menghapus peringatan Valentine’s Day dari Kalender Gerejawi pada tahun 1969 dan melarang jemaatnya untuk merayakan Hari Kasih Sayang tersebut.
Dalam perayaan Hari Valentine, orang biasa mengucapkan “Be My Valentine” kepada pasangannya. Bagi banyak kalangan, ucapan ini seolah-olah memiliki arti sebagai “Maukah kamu menjadi yang terkasih bagiku?”  atau “Maukah Kamu jadi kekasihku?”. Anggapan ini ternyata salah. Ken Sweiger dalam artikel “Should Biblical Christians Observe It?” yang bisa diakses pada situs  www.korrnet.org mengatakan bahwa  istilah “Valentine” berasal dari bahasa Latin yang memiliki arti sebagai: “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat, dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini dahulu ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, dewa atau tuhan orang Romawi Kuno. Maka disadari atau tidak, ucapan “to be my Valentine”, dengan sendirinya mengandung arti meminta pasangan kita menjadi “Sang Maha Kuasa” atas diri kita. Hal ini tentu merupakan perbuatan syirik.

CUPID
Mitologi Yunani dan Roma Kuno memang sangat mengagungkan kesempurnaan ragawi dan juga syahwat. Tidak heran, jika para dewa dewi yang dipercayai mereka sebagai tuhannya pun disimbolisasikan dalam bentuk sosok manusia, laki-laki dan perempuan, yang dianggap sempurna tubuh dan juga kecantikan maupun ketampanannya. Jika seorang dewi maka mereka disimbolisasikan—dalam ribuan patung dan juga lukisan—sebagai seorang perempuan muda yang cantik, memiliki tubuh yang menggoda,  dan mempunyai hasrat yang bergelora. Demikian pula penggambar an mereka untuk para dewanya, digambarkan sebagai seorang laki-laki perkasa, rupawan,
dan juga sama-sama menyimpan hasrat yang dahsyat.
Salah satu dewa yang mereka puja adalah Cupid (Latin: Cupido , Amor,  atau Er os), atau dalam bahasa Inggris juga biasa disebut sebagai The Desire (yang memiliki arti sebagai ‘hasrat’, ‘nafsu’, atau ‘syahwat’). Dalam mitologi Roma Kuno atau Yunani Kuno,  Cupid sering digambarkan sebagai sosok bayi montok nan rupawan dan bersayap dengan panah di tangannya.
Namun ada pula penggambaran Cupid sebagai seorang lelaki rupawan yang ber sayap. Hanya saja,—maaf—baik dalam bentuk bayi atau pun sudah dewasa, Cupid sama sekali tidak ditutupi sehelai benang pun alias bugil. Bisa jadi, inilah pesan asli dari yang disebut sebagai “Cinta” yaitu sesungguhnya adalah “Hasrat atau Nafsu syahwat”.

Di dalam perayaan Valentine’s Day, Cupid tidak boleh ter tinggal. Biasanya, dalam ker tas surat atau kar tu ucapan,   sosok Cupid yang telanjang lengkap dengan sayap dan busurnya diletakkan di atas atau di bawah tulisan: “Be My Valentine’s…” Dalam bentuk bayi, Cupid sering juga ditemui di dalam dekorasi pusat-pusat perbelanjaan menjelang bulan Februari sepanjang tahun dan diselingi dengan hiasan hati atau bunga yang didominsi warna merah atau pink dan biru.
Dalam kepercayaan pagan, Cupid merupakan anak dari Nimrod  ‘The Hunter’ alias Dewa Matahari (Raja Namrudz) dengan Dewi Aphrodite, Sang Dewi Kecantikan yang popular dengan sebutan Dewi Venus. Cupid atau Eros ini dianggap sebagai Dewa atau Tuhan Cinta, karena raganya yang sangat rupawan. Bahkan dalam mitologi tentangnya diceritakan, ibu kandungnya pun tertarik secara seksual dengannya dan melakukan perzinaan dengan anaknya sendiri! Sesuatu  yang memang dianggap lumrah dalam masyarakat pagan Roma.

PAUS GELASIUS I
Gelasius terpilih menjadi Paus pada 1 Maret 492 M dan menerima warisan berupa konflik dan ancaman perpecahan (skisma) antara Gereja Barat yang berpusat di Imperium Romawi dengan Gereja Timur yang berpusat di Konstantinopel (Istanbul sekarang), Turki.
Paus Gelasius I tercatat dalam sejarah sebagai seorang pemimpin Gereja (Katolik) yang ‘meresmikan’ atau mengadopsi perayaan paganisme Romawi Kuno, The Luper calia Festival, menjadi satu perayaan keagamaan Gereja dan masuk dalam deretan hari-hari besar gerejawi.
Ketika itu, Gelasius menulis surat dan mengirimkannya kepada seorang anggota senat Roma bernama Andromachus.  Isi surat tersebut menyatakan bahwa kontroversi tentang festival kesuburan  dan pemurnian  “The Lupercalia Fest”, yang sedikit demi sedikit dianggap tergusur oleh ajaran kekristenan dan hal ini menuai kecemasan di sejumlah kalangan petinggi Roma akan dijaga dan dipelihara oleh Gereja dan akan diadopsi menjadi salah satu hari perayaan gerejawi.
Gelasius menyatakan, Festival Lupercalian tersebut akan diberi bungkus baru dan akan “dikombinasikan” dengan perayaan Mary The Virgin (Perawan Maria) yang sering disebut “Candlemas”, yang berlangsung 40 hari setelah perayaan Natal (25 Desember), yang sebenarnya berlangsung tiap  tanggal 2 Februari. Namun oleh Gelasius, perayaan Mar y The Virgin digeser menjadi 14 Februari dan disatukan dengan hari perayaan The Lupercalian Festival. Perayaan baru ini diberi label baru dengan sebutan “The Valentine’s Day”.
Perayaan Hari Valentine kemudian resmi menjadi salah satu perayaan gerejawi dan berabad kemudian, pada sekitar tahun 1960-an, Gereja secara resmi menghapus perayaan ini dari daftar kalender gereja. TIndakan ini merupakan bagian dari upaya gereja untuk menghapus berbagai ritual yang sebenarnya tidak diketahui asal-usulnya atau sekadar mitos yang tidak berdasar.
Sesungguhnya, banyak sekali perayaan maupun ritual paganisme Roma yang diadopsi oleh Gereja hingga sekarang. Hari Natal yang diperingati Gereja Barat tiap tanggal 25 Desember pun sebenarnya berasal dari ritual perayaan hari kelahiran Nimrudz The Son of  God, anak Dewa Matahari. Tanda salib pun sebenarnya bukan berasal dari tiang salib tetapi dari dua lintasan cahaya yang saling berpotongan dan ini sudah lama menjadi simbol dari Dewa Nimrudz.

KAISAR CLAUDIUS II
Nama aslinya Marcus Aurelius Claudius Augustus Gothicus (10 Mei 213/214 – Januari 270 M), atau lebih dikenal sebagai Claudius II, seorang Kaisar Imperium Romawi. Claudius II memerintah Roma hanya selama dua tahun (268-270), namun di masa kekuasaannnya, Roma memperoleh sejumlah masa kegemilangan dan sebab itu dia dianugerahi sebuah gelar keagamaan.
Claudius pernah memimpin angkatan bersenjata Imperium Roma saat pertempuran melawan kaum Goths dalam Battle of Naissus, September 268. Claudius, seperti juga pendahulunya Maximinus Thrax, menghadapi penentangan kaum barbarian. Di masa kekuasaannya yang hanya sekitar dua tahun, Claudius harus membangun angkatan bersenjata yang kuat untuk menghadapi berbagai ancaman pemberontakan dari dalam maupun musuh dari luar.
Sebab itulah, Claudius sangat berambisi untuk membangun sebuah angkatan bersenjata Imperium Romawi yang kuat, kokoh, dan perkasa. Bagi Claudius, angkatan perang semacam itu hanya bisa dibangun jika para tentaranya terdiri dari para pemuda yang juga kuat, fokus, disiplin, dan dan terlatih dengan baik. Bagi Claudius, seorang tentara yang  kuat dan tangguh hanya bisa dipenuhi oleh para pemuda yang tidak memikirkan hal-hal lain selain penunaian tugas terhadap negara. Claudius menganggap bahwa para pemuda yang tergabung dalam legiun istimewanya harus sungguh-sungguh berkosentr asi dalam tugasnya. Salah satu yang dianggap Claudius sebagai penghalang dan pengganggu konsentrasi adalah hubungan antara tentaranya dengan para perempuan Roma.
Maka Kaisar Claudius pun mengeluarkan peraturan bahwa para pemuda yang tergabung dalam Legiun Romanya tidak boleh berhubungan apa pun dengan para perempuan, bersahabat, berpacaran,  atau bahkan menikah. Hal ini tentu dirasa sangat berat oleh para pemuda Roma. Namun mereka juga tidak berani untuk menentangnya karena hukuman yang akan diterima jika ketahuan sangatlah berat.
Dalam kondisi inilah, menurut mitos Valentine Day, muncul seorang pemuka agama yang disebut Santo Valentine yang secara diam-diam melakukan upaya peresmian hubungan para pemuda dengan pemudi Roma, dan menikahkannya. Suatu waktu Claudius mendengar hal ini dan murka besar. Santo Valentinus ditangkap ]an dijebloskan ke dalam penjara. Mitos ini sudah kita ketahui akhirnya, dan Santo Valentinus pun menjelma menjadi sosok misterius yang kepopulerannya di Barat hanya berada di bawah Yesus Kristus,  di mana Hari Valentine menjadi perayaan paling meriah di Barat setelah Hari Natal di penghujung Desember tiap tahun.

PEBISNIS
Sebenarnya, Hari Valentine tidak akan menjadi semeriah dan segemerlap seperti sekarang jika tanpa adanya campur-tangan para pebisnis.  Sudah menjadi hokum kapitalisme, bahwa para pebisnis senantiasa mencari-cari celah sekecil apa pun guna dijadikan obyek bisnis yang bias mendatangkan keuntungan material bagi dirinya.  Celah ini termasuk perayaan-perayaan keagamaan, yang oleh mereka dijadikan sebagai ‘perayaan bisnis’.
Sejumlah pebisnis yang harus bertanggungjawab atas dilestarikannya Hari Valentine antara lain  adalah pebisnis kartu ucapan, pebisnis bunga, pebisnis media a banyak orang yang memanfaatkan momenntum mengeruk keuntungan yang luar biasa banyaknya, tanpa peduli bahwa yang dimanfaatkannya merupakan suatu perayaan yang bersifat merusak moral dan kemanusiaan.
Salah satu orang yang harus ber tanggungjawab adalah pemilik industri kartu ucapan terbesar dunia, Hallmark. Di dunia Bar at, bisnis kartu ucapan pada hari Valentine mencapai rekor tertinggi  setelah Hari Natal. Kebanyakan yang membeli kar tu ucapan Valentine adalah perempuan yang mencapai prosentase lebih dari 80%.
Di Amerika Serikat,  lebih dari 50% kartu ucapan Valentine yang beredar berasal dari perusahaan Mallmarks Card  yang berbasis di Kansas City, Missouri. Perusahaan yang didirikan oleh Joyce C. Hall pada tahun 1910 berawal dari kebiasaan Joyce C. Hall yang saat itu baru berusia 18 tahun membeli kartu ucapan. Pada tahun 1915, Joyce muda melihat banyak kartu ucapan menjelang hari Valentine dijual. Dua tahun setelah itu Joyce bersama saudaranya, Rollie, memulai usaha untuk membuat kartu.
Usahanya yang memakai bendera Hallmark berkembang. Di setiap kartu ucapan yang diproduksinya,  diterakan nama  ‘Hallmark’ dan  hal tersebut berlangsung hingga hari ini. Bahkan sejak tahun 2001, usaha pembuatan kartu ucapan tersebut merambah ke bidang pertelevisian yang disponsori NBC yang sebenarnya sudah dirintis sejak tahun 1951.
Saat ini, tak kurang dari 18.000 orang menjadi karyawan penuh Hallmark dengan 4.500 pekerja bertugas di Kansas, pusat dari perusahaan Hallmark. Di antara mereka terdapat 800 seniman, desainer, penulis,  penyair,  dan juru foto.  Sampai sekarang tercatat sekitar 48.000 model kartu ucapan telah diproduksi Hallmark, kebanyaka kartu ucapan Natal dan Valentine.
Di Amerika Serikat, Miss Esther A. Howland (1828-1904) tercatat sebagai orang pertama yang membuat dan mengirimkan kar tu valentine per tama. Acara Valentine di negeri Paman Sam ini telah dirayakan besar-besaran sejak tahun 1800 dan pada perkembangannya, momentum tersebut telah menjadi perayaan bisnis yang sangat menggiurkan.


MITOS
VALENTINE’S
DAY
Seluruh perayaan terkait paganisme dipenuhi berbagai mitos dan legenda. Demikian pula dengan Valentine’s Day yang juga dipenuhi berbagai mitos dan kepercayaan yang bahkan sama sekali tidak masuk akal. Apa saja mitos seputar Valentine’s Day? Inilah di antaranya:
1.    Pada perayaan Lupercalia, sebuah ritual paganisme yang dipercaya sebagai asal muasal Valentine’s Day,  para gadis di Roma berhimpun dan menuliskan nama-nama mereka dalam selembar kecil kertas dan mengumpulkannya dalam sebuah wadah besar.  Para pemuda Roma yang juga dihimpun di tempat yang sama satu-persatu mengambil sebuah kertas yang telah berisi nama seorang gadis. Para gadis dan pemuda apercaya, di hari itu mereka akan menmukan jodohnya sampai dengan bertemunya mereka pada hari Lupercalia tahun berikutnya.

2.      Di Eropa,  terutama di daerah Wales (Inggris) dan sekitarnya, banyak anak kecil pada hari 14 Februari di dandani layaknya anak dewasa. Mereka berkeliling dari rumah ke rumah sambil bernyanyi dan menari, berputar-putar layaknya pasangan muda-mudi yang tengah riang gembira.

3.      Juga di wilayah Wales dan sekitarnya, di hari 14 Februari, para pemuda akan menghadiahkan sendok kayu pada kekasihnya sebagai tanda kasih sayang.  Bentuk hati, kunci,  disertai nama pasangannya adalah hiasan paling favorit untuk diukir di atas sendok kayu tersebut.

4.      Di Romawi Kuno pula, dan ini masih dilakukan sejumlah keluarga, pada tanggal 14 Februari para gadis akan menerima hadiah berupa busana dari para pemuda. Jika sang gadis menerima hadiah tersebut maka ini adalah tanda bahwa sang gadis bersedia dinikahi si pemuda dan menjadi isterinya.

5.      Banyak orang di Eropa percaya, jika mereka melihat camar melayang di udara bertepatan dengan hari Valentine, maka ini berarti ia akan menikah dengan seorang pelaut. Sementara, jika seorang wanita melihat burung pipit melayang di atasnya tepat di hari Valentine, maka dia akan menikah dengan seorang pria miskin, walau demikian mereka akan tetap berbahagia.Namun jika yang dilihatnya adalah burung gereja, maka ini pertanda kemujuran. Seorang jutawan akan melamar sang gadis, atau jika yang melihat seorang pemuda, maka dia kaan mendapatkan seorang kekasih yang kaya raya.

6.      Ada yang unik juga menyangkut Hari Valentine. Bukan coklat, bukan mawar, bukan pula sebuah boneka berwarna biru dan pink, tetapi sebuah kursi besar yang di Barat dikenal sebuah Kursi Cinta (The Love Chair). Awalnya kursi ini merupakan sebuah kursi yang didesain khusus untuk seorang perempuan dewasa Eropa yang mengenakan gaun besar dan lebar, seperti busana perempuan terhormat di abad per tengahan di Eropa, namun dalam perkembangannya, karena fesyen perempuan di Eropa sudah meninggalkan gaun lebar dan besar, maka kursi ini pun dijadikan sebagai sebuah kursi yang pas sebagai tempat bermesraan bagi sepasang kekasih. Bagi yang meyakini Hari Valentine sebagai hari penuh berkah, maka mereka akan berlomba-lomba untuk bisa duduk di kursi ini bersama pasangannya di malam Valentine.

7.      Jika Anda adalah seorang perempuan yang tengah menunggu  lamaran seorang pria, maka ambilah setangkai buah apel yang masih ada tangkainya. Putarlah apel itu dengan tangan Anda memegang tangkai apel tersebut. Di saat apel itu berputar, sebutlah lima atau enam pria yang ingin Anda nikahi. Saat tangkai apel tersebut putus, maka nama pria yang Anda sebut adalah orang yang tepat untuk Anda nikahi. Demikian pula sebaliknya jika Anda seorang pria.

8.      Tepat pada Hari Valentine,  petiklah sekuntum bunga Dandelion yang tengah sempurna mengembang. Berdirilah searah dengan arah angin bertiup lalu tiuplah bunga ter sebut hingga putik-putiknya beterbangan ke udar a. Lalu hitung, ada berapa putik yang masih tersisa melekat pada bunganya. Itulah jumlah anak yang akan Anda miliki setelah Anda menikah.

9.      Cara lain untuk mengetahui jumlah anak bertepatan dengan Hari Valentine bisa juga lewat medium buah apel. Potonglah apel tepat di tengahnya, lalu akan terlihat jumlah biji apel yang terletak di bagian dalam. Hitunglah. Maka itulah jumlah anak yang akan Anda miliki.

10.  Apakah kekasih Anda menghadiahi Anda dengan sebatang coklat atau sekuntum bunga? Jika dia memberimu sekuntum bunga, maka dia menginginkan hubungan yang abadi, penuh dengan cinta, dan suasana romantis. Namun jika dia memberimu sebatang coklat,  maka dia ingin lebih dari hubungan yang telah terbina. Dia ingin hubungannya juga dipenuhi dengan gelora “cinta” alias syahwat!
SYAHWAT
DAN
TUHAN DI ROMA
            Biasanya,  Syahwat berkonotasi negatif. Istilah syahwat lebih kepada pengertian nafsu atau naluri rendah (basic instinc), yang bukan hanya milik manusia, tetapi juga binatang.  Sebab itu, syahwat juga sering dikatakan sebagai nafsu hewani.
Sedangkan Tuhan memiliki arti sebagai yang dipuja sekaligus yang dipuji. Sesuatu yang dianggap sakral, suci, awal dari segalanya, yang maha kuasa, maha perkasa, dan segala hal yang tidak ada sesuatu pun yang mampu untuk menandinginya. Bagi kaum pagan, seperti halnya kaum Romawi Kuno, tuhan  berjumlah banyak (politheisme) dan masing-masing oknum tuhan mempunyai tugas dan kewenangannya sendiri.
Walau berjumlah lebih dari satu, semua tuhan tersebut memiliki ciri yang sama yakni memiliki wewenang yang tak terbatas dalam lingkup tugasnya, atau dengan kata lain bisa disamakan dengan The Super Administrator.  Antara satu tuhan dengan  tuhan lainnya  tidak bisa dan tidak boleh mencampuri urusannya masing-masing. Tuhan Peperangan tidak dibenarkan mengintervensi urusan Tuhan Cinta. Tuhan Kesuburan tidak boleh mencampuri urusan Tuhan Kematian,  dan sebagainya.
Secara diametral, Syahwat dan Tuhan jelas bertentangan. Jelas bertolak-belakang. Yang satu merupakan naluri rendah manusia (animal instinc) yang oleh banyak kalangan dianggap sebagai sumber segala kekotoran, kejahatan, keserakahan,  dan kezaliman, sedang yang lainnya merupakan pengejawantahan sesuatu yang sangat suci dan sakral. Hitam dan putih. Namun keduanya bisa dipersandingkan, bahkan menyatu, dalam tradisi dan kepercayaan paganisme bangsa Romawi Kuno


Lantas, darimana segala kepercayaan yang unik ini berawal mula?
            Imperium Roma yang meliputi wilayah yang sangat luas pada zamannya, berawal dari berdirinya kota kecil Roma oleh Remus dan Romulus. Dari wilayah yang sangat terbatas tersebut, perlahan namun pasti kekuasaannya merambah ke berbagai arah mata angin dan tumbuh menjadi satu imperium yang sangat kuat dan disegani banyak negeri.
Kekaisaran Romawi atau Imperium Romanum merupakan sebuah kelompok politik yang berpusat di Italia dengan mengambil ibukota di Kota Roma. Kota yang sekarang berdiri Tahta Suci Vatikan ini berdiri sejak tahun 753 SM, dan dan dari sini kelompok politik tersebut memerlukan waktu tak kurang dari lima abad lamanya untuk bias meneguhkan cengkeraman kuku kekuasaannya  hingga mampu melewati semenanjung Italia.
Sudah menjadi kelaziman bagi suatu negara yang ekspansif seperti Romawi untuk menempuh jalan darah dan pedang. Salah satu  yang dikenal sejarah adalah  ketika berbenturan dengan bangsa Kartago, suatu pemerintahan yang berdiri di tahun 814 SM oleh bangsa Fenisia. Perang antara keduanya dicata t sejarah sebagai Perang Punic (264-241 SM) yang berakhir dengan kemenangan Romawi atas Kartago pada tahun 146 SM, yang merupakan tonggak pertama dominasi pemerintahan Romawi di Eropa, yang terus berkuasa dengan kekuasaan tertinggi  selama enam abad berikutnya.
Kebesaran dan kemegahan Romawi dilalui dengan berbagai intrik kotor antar keluarga dan golongan, pembunuhan, perselingkuhan, yang terjadi di pusat kekuasaan atau elite negara. Salah seorang tokoh besar Imperium Romawi yang terkenal, Julius Caesar, pun mati terbunuh oleh intrik di dalam istana ini. Sama dengan apa yang dilakukan olehnya ketika menggapai tangga  kekuasaan.   Pergantian kekuasaan di dalam istana Romawi tidak pernah lepas dari intrik-intrik kotor, jika seorang kaisar tidak dibunuh, maka ia pasti bunuh diri. Berbagai macam alasan, namun semuanya berawal dari tahta, harta, dan wanita. Slogan dalam dunia politik ini berasal dari Romawi. Demikian pula ungkapan bahwa, “Politik itu kotor”.

            Kurang lebih tiga abad setelah kematian Kaisar Augustus (wafat pada tahun 14 Masehi), Roma yang berbentuk kekaisaran telah berkembang dengan pesatnya. Dengan wilayah yang luas dan kekuatan militer yang tak terkalahkan, kekaisaran Romawi menjadi kekaisaran terbesar di dunia yang telah dikenal ketika itu, masa yang biasa disebut Pax Romana, di mana pun terwujud.
Di saat inilah, agama Kristen mulai tumbuh dan berkembang di Roma. Tidak seperti agama-agama sebelumnya, yang diwariskan dari generasi ke generasi sebagai ciri-ciri budaya suatu  bangsa, agama Kristen secara  aktif  masuk ke Roma. Bermula dari Yerusalem,  Dunia Arab,  dan terus menyebar hingga ke Yunani dan Mesir.
Dari tangan Paulus,  seorang Yahudi dari Tarsus yang mengubah agama Nasrani yang tadinya hanya diperuntukkan bagi kaum dan murid-murid Yesus menjadi Kristen yang agresif dan ekspansif, agama yang telah berubah ini menjalar ke Roma.  Pada awalnya, kedatangan agama baru ini bisa ditoleransi oleh orang Romawi. Namun pada perkembangan selanjutnya, orang Romawi mulai khawatir akan penyebaran agama Kristen yang begitu cepatnya. Mereka mengkhawatirkan agama ini akan memecah-belah persatuan bangsa Romawi. Maka dimulailah pembantaian terhadap orang-orang yang memeluk agama Kristen. Mereka dibunuh, ditindas atau dijadikan umpan singa di arena sirkus. Meski pun demikian,  gerakan-gerakan bawah tanah orang Kristen tetap aktif menyebarkan agama, mereka menjadikan Roma sebagai pusat gerakan mereka.
Hingga suatu ketika, keadaan ini berubah ketika Kaisar Constantinus (280-337 M) berkuasa. Karena sikpa politiknya yang akomodatif berdasarkan perhitungan-perhitungan logis, Konstantin bisa menerima agama baru ini. Bahkan Konstantin menggelar Konsili Nicea 325 M yang legendari di mana ratusan Injil yang ada dan penuh dengan perbedaan antara  kaum yang mendukung paham Trinitas dengan yang Unitarian, diseleksi.
Konstantine memenangkan Injil Trinitas dan sejak itulah Dunia Kristen hanya mengakui bahwa Kristen berdiri di atas Paham Tiga Oknum. Kelompok Unitarian di bawah Arius dikejar-kejar dan dibunuh. Kekaisaran Romawi secara resmi menjadikan Kristen sebagai agama negara.

Kental Paganisme
Dijadikannya agama Kristen sebagai agama negara oleh Konstantine dipandangsebagai langkah bijak kaisar ini untuk tetap mempersatukan kerajaannya yang sangat besar namun rentan di dalam persatuan.  Sejumlah pakar peneliti menyuatakan bahwa Konstantine sendiri tidak pernah menjadi seorang Kristiani dan tetap memegang ajaran Paganismenya. Bahkan di akhir hayatnya, Konstantine merasa menyesal karena telah memenangkan kelompok Trinitas dan mengalahkan kelompok Unitarian, sebuah kelompok yang jauh lebih berperadaban dan terpelajar.
Walau mencantumkan Kristen sebagai agama resminya, namun paganisme Roma tidaklah hilang, malah terus dipelihara dan diadopsi ke dalam kekristenan. Kompleks Tahta Suci Vatikan sendiri sarat dengan simbol-simbol pagan yang berabad silam telah dikenal masyarakat Roma dan sering disebut sebagai bagian dari apa yang dinamakan “Mitologi Romawi”, selain tentu saja “Mitologi YUnani”.
Dalam kepercayaan pagan ini, orang-orang Romawi percaya bahwa dunia dan segala kehidupan telah diatur oleh Dewa-Dewi. Beberapa oknum Dewa-Dewi yang dianggap sebagai Tuhan adalah: Juno, Cupid, Janus, Diana, Merkurius, Neptunus, Venus, Pluto, Proserpine, Vulcan, dan Saturnus. Uniknya, para Tuhan bangsa Romawi ini dilukiskan sebagai lelaki perkasa dan perempuan sempurna yang minim pakaian. Hal ini tidak terlepas dari tradisi kuno bangsa Romawi yang sangat mengagungkan kesempurnaan jasadi manusia. Sangat mungkin, pelukisan Yesus di atas tiang salib yang berpakaian seadanya pun tidak lepas dari tradisi syahwat bangsa Roma. Karena adalah tidak masuk akal jika Nabi Allah mengumbar aurat seperti patung Yesus yang sekarang ini kita kenal.
Di Roma inilah, sejak berabad silam, syahwat dan tuhan bisa bersatu. Dan bukan suatu kebetulan jika berbagai perayaannya pun tidak jauh-jauh dari urusan syahwat, walau dikemas dalam berbagai eufimisme, penghalusan kata-kata dan istilah, seperti Hari Valentine (Lupercalia Festival) yang sesungguhnya merupakan “Hari Raya Making Love”. Hari Raya Kemaksiatan.

 sumber: majalah eramuslim edisi 5 dengan sedikit perubahan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar